Rahasia Sukses di Puslitbang Unhas

Rahasia Sukses di Puslitbang Unhas

MAKASSARMETRO– Penanganan dan pengelolaan persampahan di Kota Makassar melalui program Bank Sampah oleh Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Makassar tidak hanya menarik Pemerintah daerah lain, tetapi juga kalangan akademisi.

Direktur Bank Sampah Makassar, Saharuddin Ridwan diundang Pusat Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup Universitas Hasanuddin untuk memaparkan rahasia dibalik kesuksesan pengelolaan persampahan di Makassar, Rabu (25/7/2018).

Saharuddin Ridwan yang juga Ketua Asosiasi Bank Sampah Indonesia menyebut ada beberapa hal yang mesti dilakukan pemerintah daerah dalam pelaksanaan bank sampah.

“Yang pertama regulasi atau payung hukum, kelembagaan, pembiayaan, pemberdayaan masyarakat dan pemanfaatan teknologi,” ungkap Saharuddin Ridwan.

Menurut Saharuddin, banyak daerah yang gagal dalam hal pengelolaan lingkingan dikarenakan daerah tersebut melupakan beberapa aspek yang telah disebutkannya tersebut.

“Kita ambil contoh Makassar di mana pemerintah kotanya sudah menyusun regulasi danlembaga pengelolaan sampah dan pelayanannya hingga ke tingkat kelurahan dan kecamatan. Bahkan dalam hal bank sampah, pemerintah kota punya keinginan satu RW satu bank sampah.” jelasnya.

Pemkot Makassar menyiapkan Rp. 3 miliar untuk membeli sampah anorganik dari masyarakat. Sedangkan yang organik dapat dibuat pupuk maupun biogas. Sehingga volume sampah yang masuk ke TPA bisa berkurang.

Sumber : https://makassarmetro.com/2018/07/25/bank-sampah-makassar-beberkan-rahasia-sukses-di-puslitbang-unhas

Saharuddin Ridwan Tak Lelah Mengedukasi Warga tentang Sampah

Saharuddin Ridwan Tak Lelah Mengedukasi Warga tentang Sampah

Saat meyebut nama Saharuddin kepada sejumlah warga di salah satu lorong padat penduduk di Jalan Pelita IV, Makassar, Sulawesi Selatan, jawaban hampir sama keluar dari mulut mereka. “Oh, Pak Sahar yang bank sampah?” atau “Pak Sahar YPN (Yayasan Peduli Negeri)?”

OLEH RENY SRI AYU

Pada hari berbeda, pertanyaan sama ditanyakan kepada pegawai di kantor Kecamatan Tallo, Makassar. Dengan lancar mereka mengatakan, “Sahar yang urus bank sampah.” Padahal, Saharuddin bukan pegawai kecamatan dan hanya kerap datang berbicara tentang sampah dengan camat, pegawai, serta warga.

Berkutat dengan sampah lebih dari tujuh tahun membuat Saharuddin Ridwan mudah dikenali dengan embel-embel  kata bank sampah. Menghabiskan waktu keluar masuk pemukiman, lorong perkampungan bahkan yang paling kumuh, berdiskusi di teras sempit, di pinggir jalan, pinggir kenal, selokan, hingga hotel berbintang, menjadi rutinitas Sahar.

Bertahun-tahun, nyaris tak kenal lelah bapak empat anak ini menghabiskan waktu untuk terus berbagi pengalaman dan mengedukasi warga agar mau memperlakukan sampah dengan bijak. Bagi Sahar, tempat pembuangan akhir (TPA) hanya memindahkan persoalan sampah.

“Kalau TPA penuh, mau dibawa ke mana sampah itu. Persoalan sampah bermula di rumah tangga, karena itu penyelesaiannya sebisa mungkin di mulai di tingkat rumah tangga juga. Karena itu, keluarga yang terlebih dahulu harus bijak memperlakukan sampah. Setengah saja dari produksi sampah yang bisa direduksi, akan berpengaruh signifikan terhadap banyak hal. Misalnya, masalah sulitnya pengangkutan, sosial, kesehatan, lingkungan, bahkan ekonomi,” katanya.

Walau awalnya sulit, setidaknya bank sampah rintisan Sahar mulai berbuah. Jika tahun 2012 nasabah atau rumah tangga yang ikut program bank sampah 1.142 keluarga, pada 2013 menjadi 3.843 nasabah, dan pada 2014 menjadi lebih dari 4.000 nasabah.

Titik bank sampah di tingkat rukun warga (RW), yang semula hanya belasan, kini sudah lebih dari 100 lokasi Reduksi sampah kering atau pun organik juga meningkat dari ratusan kilogram menjadi ratusan ton. Omzet dari penjualan sampah naik dari Rp 70-an juta menjadi Rp 500-an juta per tahun.

Paham dan bijak

Namun, Sahar enggan menyebut fakta tersebut sebagai keberhasilan. “Disebut berhasil kalau semua orang atau setidaknya sebagian besar sudah paham dan bijak mengelola sampah mereka. Soal sampah ini ada indicator mudah yang bisa dilihat, yakni berapa besar dari total produksi sampah yang bisa direduksi dan berapa yang terangkut ke TPA. Kalau setidaknya setengah saja yang direduksi kita mungkin sedikit bisa bersyukur,” katanya.

Ketertarikan Sahar mengurusi sampah bermula saat menjadi jurnalis di salah satu televise swasta. Saat itu, Sahar beserta sejumlah pegiat. Lingkungan mengajak ribuan anggota TNI, Polisi, dan warga bekerja bakti membersihkan Kanal. Di Makassar, sedikitnya ada 14 kilometer kanal yang sudah menjadi tempat sampah.

Dari urusan bersih kanal itu, Sahar mulai berpikir tentang mengedukasi warga membersihkan lingkungan tempat mereka tinggal. Pemikiran ini juga tak lepas saat dia lebih intens melihat kondisi lingkungan di banyak pemukiman.

SAHARUDDIN RIDWAN

Lahir   : Bone, 29 Oktober 1975

Istri     : Rosyita

Anak  :

  • Rizkia Mardhatillah Putri (11)
  • Rizka Maulidia Putri (9)
  • Muhammad Rizki Fakhri (2,5)
  • Muhammad Rizki Fakhir (1,4)

Pendidikan   :

  • SD 150 Sinjai
  • SMP Negeri 3 Sinjai
  • SMA Negeri 1 Sinjai
  • S-1 Falkutas Sastra Unhas
  • S-2 Magister Manajemen Unismuh (semester 3)

Organisasi    :

  • Anggota Saka Kalpataru Pemprov Sulawesi Selatan
  • Pembinaan Forum Kampung Bersih dan Hijau
  • Pengurus Forum Kota Sehat Makassar
  • Makassar Green and Clean (Project Officer)
  • Direktur Eksekutif Yayasan Peduli Negeri

Pekerjaan     :

  • PT Indosiar Visual Mandiri Tbk (2002-2012)
  • Direktur PT Prolintas Indonesia (2013-sekarang)

Selain itu, kondisi minimnya angkutan sampah, dan fakta hanya 60-70 persen sampah yang bisa diangkut ke TPA, menjadi hal yang menyedihkan. Fakta lain adalah daya tampung TPA kian terbatas dan lahan untuk menambah luasan TPA pun kian sulit didapat.

Lalu mulailah dia mengajak sejumlah orang untuk bekerjasama.

“Tanggapan warga beragam. Banyak yang sinis. Ada yang bilang, “Kami tak butuh ceramah, tetapi kai butuh uang.” Ada pula  yang dengan terang-terangan meminta kami berhenti berceramah soal sampah. Tetapi, ini tak membuat saya dan teman-teman berputus asa dan kami mencari banyak cara untuk berkomunikasi,” tutur Sahar.

Dari berbagai penolakan atau tanggapan sinis itu, Sahar akhirnya menemukan sejumlah cara untuk menggugah warga, antara lain soal bahaya sampah bagi kesehatan.

“Banyak yang lebih takut pada bahaya sampah ketimbang peraturan daerah. Dari sini kami mulai mengembangkan cara berkomunikasi dan bersosialisasi agar setidkanya warga bisa paham. Ada yang didatangi sekali bisa paham, tetapi ada yang berkali-kali,”katanya.

Bernilai Ekonomi

Saat warga mulai paham, Sahar mencari cara agar sampah ini juga bernilai ekonomi agar lebih bisa menggugah minat warga mengelola sampah. Itulah yang menjadi cikal bakat terbentuknya bank sampah di Makassar.

Pada akhirnya, jumlah bank sampah terus bertambah. Di setiap RW yang terdapat bank sampah, warga terbiasa mengumpulkan dan memilah sampah. Membuat kompos untuk sampah organik, dan menjual pada pengepul atau pengelola bank sampah untuk sampah non-organik, seperti plastic, kertas, dan bahan lainnya. Uang penjualan sampah kerap tak langsung diambil, tetapi hanya dicatatkan dalam buku, seperti tabungan.

Saat ini, bank sampah di Makassar tak lagi sekadar menukar sampah dengan uang, tetapi sudah menjadi tabungan yang setiap saat bisa diambil. Disejumlah bank sampah, warga bisa menukar sampah dengan beras, kebutuhan pokok, atau diambil saat anak butuh uang sekolah atau ada keperluan mendesak.

“Saya sedang mencoba agar tabungan sampah bisa menjadi pembayaran listrik, air, PBB, atau bahkan iuran BPJS,” kata Sahar.

Sahar tetap berharap pemerintah lebih banyak membantu warga yang sudah mau mengelola sampahnya, seperti menyediakan mesin pencacah sampah di setiap kelurahan. Atau, untuk sampah organic yang sudah diolah, mungkin bisa mendapat bantuan untuk pengemasan dan pemasaran yang lebih luas.

“Bisa juga dibeli dinas pertamanan, atau perusahaan yang membutuhkan. Ketimbang mengadakan mobil pengangkut yang mahal, ada baiknya sebagian dialokasikan untuk hal seperti ini. Setidaknya lingkungan jadi lebih bersih, punya nilai ekonomi, dan yang penting, sampah sudah bisa ditangani di sumbernya,” kata Sahar.

Sumber : https://www.uc.ac.id/library/tak-lelah-mengedukasi-warga-tentang-sampah/

Unilever Kembali Bantu Program Bank Sampah Makassar

Unilever Kembali Bantu Program Bank Sampah Makassar

DHEAN.NEWS MAKASSAR – Makassar Green and Clean (MGC) adalah salah satu program lingkungan yang berhasil melanjutkan mimpi warga Makassar untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. 

Pembukaan program MGC sendiri telah dilaksanakan pada 28 Juni 2008 yang lalu. Program kebersihan kota Makassar salah satunya yakni adanya peran serta Bank Sampah yang cukup membantu dalam pengelolaan sampah di tiap rumah warga. Pemilahan sampah organik dan non organik ini dapat diubah menjadi nominal di Bank Sampah. Inilah  Tujuan utama yang melandasi kemitraan kerja program Makassar Green and Clean yang terdiri dari Unilever Indonesia, Pemerintah Kota Makassar dan Yayasan Peduli Negeri.

Maka dari itu Pemerintah Kota Makassar kembali bekerjasama dengan Unilever Indonesia dan Yayasan Peduli Negeri kembali me Re-Launching Makassar Green and Clean (MGC) bertempat di gedung PKK Kota Makassar, Selasa (20/8/2019), ditandai dengan Pemotongan Tumpeng oleh Pj. Walikota Makassar Iqbal Suhaeb.

Dalam sambutannya Pj. Walikota Makassar mengatakan Pemilahan sampah organik dan non organik ini dapat diubah menjadi nominal di Bank Sampah  harus terus berlanjut dan harus terus digencarkan, sehingga tercipta pemahaman masyarakat terkait manfaatnya.

Saharuddin Ridwan selaku Ketua Umum Asosiasi Bank Sampah Indonesia sekaligus sebagai Founder Yayasan Peduli Negeri menuturkan bahwa “Perputaran ekonomi dari sampah yang dikumpulkan untuk Januari – Juni 2019 berkisar 600 juta rupiah. Olehnya kami sementara membuat sistem digital yang akan lebih fair melihat transaksi di Bank Sampah ” 

Nampak hadir dalam Re-Launching Makassar Green and Clean (MGC)  15 Direktur Bank Sampah se – Kota Makassar, Kepala Bapenda Kota Makassar, serta tamu undangan lainnya.

Sosialisasi Cuci Tangan di SD Sudirman Makassar

Sosialisasi Cuci Tangan di SD Sudirman Makassar

Yayasan Unilever Indonesia bekerjasama dengan Pemkot Makassar dan PKK Kota Makassar, menyelengarakan Global Handsashing Day (GHD) di kompleks SD Sudirman Makassar, Sabtu (29/10/2016)

TRIBUN-TIMUR.COM – Yayasan Unilever Indonesia bekerjasama dengan Pemkot Makassar dan PKK Kota Makassar, menyelengarakan Global Handsashing Day (GHD) di kompleks SD Sudirman Makassar, Sabtu (29/10/2016).
Wali kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto hadir langsung membuka acara dan bersama-sama ribuan murid SD melakukan cuci tangan pakai sabun.


Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul FOTO: Sosialisasi Cuci Tangan di SD Sudirman Makassar, https://makassar.tribunnews.com/2016/10/29/foto-sosialisasi-cuci-tangan-di-sd-sudirman.
Penulis: Muh. Abdiwan | Editor: Ina Maharani
Bank Sampah Makassar terbentuk 9 wilayah menyusul 20 Wilayah

Bank Sampah Makassar terbentuk 9 wilayah menyusul 20 Wilayah

Pengolahan bank sampah sekarang berjumlah 9 wilayah untuk kampung pintar dan sudah berjalan, untuk kedepannya akan menyusul 20 wilayah yang masuk  20 besar MGC ditahun 2011 sudah memiliki bank sampah. partisipasi warga yang hadir dalam acara develop bank sampah ini sangat tinggi. dari 29 undangan yang hadir 24 warga yang yang mengikuti develop bank sampah ini dan dihadiri oleh pak sahar dan ibu emi okawa. hasil dari develop bank sampah ini penyeragaman untuk buku administrasi  yaitu buku besar dan buku rekening dan dacil untuk 20 wilayah mgc.untuk penyeragaman buku administrasi akan diberikan dana stimulan sebesar Rp 1.500.000 untuk 20 wilayah mgc. dana stimulan tersebut akan diberikan hari senin tanggal 1 juli 2012 di kantor YPN di jalan kakaktua II no 15, melalui motivator-motovator.